• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Lidah dan Martabat

img

Kop Penulis.jpg

Lidah dan Martabat


Mencermati fenomena tertangkapnya seorang figur publik akibat ucapan bernuansa SARA sebagai cermin rapuhnya etika lisan di ruang kekuasaan. Lidah yang tidak terjaga bukan hanya merusak diri, tetapi juga menyeret keluarga dan menjatuhkan martabat yang dibangun bertahun-tahun. Islam sejak awal menempatkan lisan sebagai amanah besar yang kerap diremehkan.

Al-Qur’an mengingatkan, “Tiada satu kata pun yang diucapkan melainkan disisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap mencatat”(QS. Qaf: 18). Ayat ini menegaskan bahwa kebebasan berucap bukanlah kebebasan tanpa batas. Rasulullah bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim). Kebebasan berekspresi yang menyinggung martabat orang lain sejatinya adalah kebebasan yang kehilangan nilai etik dan spiritual.

Bencana akibat ucapan seringkali tidak disadari, terlebih ketika seseorang berada dalam posisi kuasa. Kekuasaan kerap meninabobokan, seolah semua kata menjadi lumrah dan tanpa konsekuensi. Padahal, para ulama seperti Al-Ghazali menegaskan bahwa lisan adalah pintu terbesar kerusakan moral bila tidak dikendalikan oleh akal dan hati yang bertakwa.

1e308f0e-eaac-49c1-822e-abe309aa07a8.jpgAja Rowikarim (Mantan Ketua KPU Garut & Direktur Utama PDAM Garut) 

Penjara, dalam perspektif pendidikan Islam, bukan semata hukuman, melainkan sarana pembelajaran duniawi agar manusia jera dan tidak mengulang kesalahan serupa. Ia adalah “madrasah keras” bagi jiwa yang lalai, sebelum datang pengadilan akhirat yang jauh lebih adil dan tegas.

Ucapan ibarat anak panah: sekali dilepaskan, ia melukai dan sulit ditarik kembali. Karena itu, komitmen dan kesadaran atas setiap kata adalah cara terbaik mengontrolnya. Lebih dari itu, ucapan adalah janji. Janji kesejahteraan, lapangan kerja, dan perhatian kepada keluarga masyarakat bukan sekadar retorika. Rasulullah ﷺ mengingatkan, “Tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat”(HR. Bukhari dan Muslim).

Boleh jadi seseorang lolos dari penjara dunia, namun pasca kematian, setiap kata dan janji akan dimintai pertanggungjawaban oleh mereka yang terzalimi. Di sinilah pendidikan Islam menegaskan: menjaga lisan bukan hanya etika sosial, melainkan fondasi keselamatan diri, martabat, dan keadilan di hadapan Allah SWT. 

Ket. Penulis.jpg
© Copyright 2024 - Media Online Supergatra.com Suara Pembaharuan Garut Utara
Added Successfully

Type above and press Enter to search.