Garut: Bukan Kota Terkutuk atau Kota Pencitraan

Garut 20 July 2025,
Garut: Bukan Kota Terkutuk atau Kota Pencitraan — Sebuah Titik Pusat Sejarah, Keilmuan, dan Keteladanan Budaya Luhur
Garut sering disalah pahami sebagai kota kecil yang hanya dikenal melalui konten viral atau sekadar destinasi wisata alam semata yang kini banyak dikenal Kota Dodol. Padahal, di balik pesona alamnya yang menawan dengan sebutan Kita Ibtan, Garut menyimpan jejak sejarah, keilmuan, dan spiritualitas yang sangat dalam dan bermakna bagi peradaban Nusantara. Ia bukanlah kota yang terkutuk atau tempat pencitraan semata, melainkan pusat perjuangan moral, budaya luhur, dan titik pusat peradaban yang berakar kuat di tanah pusaka.
🕰️ Jejak Para Leluhur: Jalur Keilmuan dan Spiritualitas
Sejarah Garut tidak dapat dipisahkan dari kehadiran tokoh-tokoh suci dan ulama besar yang telah membentuk identitas Tatar Sunda dan Nusantara secara keseluruhan. Mereka adalah penopang moral dan penjaga keberlanjutan peradaban keilmuan dan spiritualitas di tanah ini:
-Prabu Kian Santang (Syekh Rohmat Suci)**: Putra Prabu Siliwangi yang dikenal sebagai penyebar Islam di wilayah Priangan. Makamnya di Godog Garut tetap menjadi pusat ziarah ruhani yang dihormati masyarakat.
-Timbanganten**: Tapak awal penyebaran Islam dan pusat pendidikan keagamaan tradisional di Priangan, yang menjadi fondasi budaya keilmuan masyarakat Garut.
-Sunan Rumenggong**: figur sufi yang menyambungkan sanad spiritual dari timur Nusantara ke Tatar Sunda, memperkaya khazanah keilmuan dan spiritualitas lokal.
-Sunan Cipancar**: ulama kharismatik yang menjadi bagian dari jaringan Wali Songo dan berperan penting dalam penyebaran Islam yang berpusat di Limbangan.
-Dalem Papak Cinunuk**: tokoh tarekat yang keturunan Prabu Pajajaran, memperkuat Islam di wilayah timur Garut dan menjadi simbol keteladanan dan kewibawaan.
-Syekh Jafar Sodik Gunung Haruman**: ulama dan tokoh spiritual yang berpengaruh di daerah Gunung Haruman, menyebarkan ajaran Islam dan memperkuat keimanan masyarakat setempat.
-Sunan Batu Wangi Singajaya**: tokoh wali yang menyebarkan ajaran Islam di daerah Singajaya dan sekitarnya, meninggalkan jejak keilmuan dan spiritual yang mendalam.
-Syekh Abd Jalil Kampung Dukuh**: ulama besar yang berperan dalam penyebaran Islam dan pendidikan keagamaan di wilayah Dukuh, serta menyebarkan ajaran yang berorientasi pada kedamaian dan ketauhidan.
Jejak-jejak tersebut menjadi rangkaian sanad keilmuan dan keselamatan ruhani yang tetap hidup dan terpelihara hingga saat ini. Mereka menegaskan bahwa Garut adalah pusat kekayaan spiritual dan keilmuan yang tak ternilai. Banyak dari mereka tersebar di seluruh penjuru Garut, menjadi sumber ilham dan keteladanan bagi masyarakat setempat.
🧭 Gus Dur: “Garut adalah Pusat Jawa Barat dan Titik Pusat Nusantara”
Dalam safari dakwah ke Pesantren Kudang, Limbangan, pada tahun 2001, almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyampaikan sebuah pernyataan yang penuh makna:
“Pusatnya Indonesia adalah Pulau Jawa, pusatnya Pulau Jawa adalah Jawa Barat, pusatnya Jawa Barat adalah Garut, dan pusatnya Garut adalah Limbangan.”
Ucapan Gus Dur ini bukan sekadar pujian, melainkan mandat kultural dan amanah moral bagi masyarakat Garut untuk menjaga dan menumbuhkan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur. Garut harus menjadi pusat peradaban yang tidak hanya berorientasi pada pencitraan sesaat, tetapi pada keberlanjutan spiritual dan keilmuan.
💡 Rahasia Kemasyhuran Garut: Istri yang Solehah dan Warisan Novel Fatat Garut
Selain faktor sejarah dan spiritual, cerita menarik dari novel Fatat Garut menyebutkan bahwa salah satu rahasia kemashuran Garut adalah keberadaan seorang istri yang solehah. Dalam cerita tersebut dijelaskan bahwa keberkahan dan kemashuran suatu kota sangat dipengaruhi oleh doa dan keberkahan dari wanita yang penuh keimanan dan keteladanan.
Istri solehah dipercaya mampu membawa keberkahan, ketenangan, dan keberhasilan dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana diceritakan dalam novel Fatat Garut. Kisah ini menegaskan bahwa kekuatan spiritual dan keberkahan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh peran wanita yang penuh keimanan dan keteladanan. Inilah salah satu rahasia tersembunyi yang membuat Garut selalu diberkahi dan makmur.
💡 Kemakmuran Bukan dari Riya, Tapi dari Keagungan SDM
Kemakmuran sejati tidak pernah lahir dari pencitraan, pesta seremonial yang berlebihan, atau sekadar mengikuti tren. Ia berakar dari kualitas sumber daya manusia yang berakhlak mulia dan berilmu tinggi. Garut akan makmur apabila mampu meneladani jejak para leluhur yang hidup sederhana namun penuh wibawa dan ilmu, serta memperkuat karakter, pendidikan, dan budaya lokal.
Kemakmuran yang hakiki juga harus didasarkan pada:
Meneladani jejak leluhur: hidup sederhana, penuh wibawa, dan berilmu.
Menguatkan karakter dan budaya lokal: melalui pendidikan berbasis nilai-nilai luhur, bukan sekadar pembangunan fisik.
Mengutamakan keselamatan dan etika publik: setiap aktivitas harus selaras dengan nilai agama dan sosial.
✊ Penutup: Garut, Kota Sejarah, Keilmuan, dan Keteladanan
Garut bukanlah kota yang terkutuk, juga bukan kota yang hidup dari konten sesaat yang viral. Ia adalah tanah pusaka yang menyimpan jejak sejarah, keilmuan, dan spiritualitas yang tinggi. Titik pusat peradaban Nusantara ini akan tetap hidup selama masyarakatnya menjaga warisan budaya dan spiritual yang telah diwariskan para leluhur.
Mari kita jaga marwah Garut bukan dengan riuh panggung seremonial semata, tetapi dengan istiqomah dalam akhlak, amanah dalam ilmu, dan rendah hati dalam kemajuan.
Wallahu a'lam bishawab

✦ Tanya AI