• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Fenomena Kang Dedi Mulyadi

img

6367b032-43cc-42ed-a35a-73cfb834ee58.jpg

Fenomena Kang Dedi Mulyadi (KDM)

Fenomena KDM telah merasuk ke dalam sanubari bangsa ini. Jika kita simak di beberapa platform media sosial, hampir setiap hari kita disuguhkan oleh konten-konten sepak terjang KDM yang selalu menarik perhatian publik. Berita teranyar, KDM menolak Study Tour. Sementara Abdul Mu'ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyetujuinya. KDM beralasan berempati kepada orang tua siswa yang tidak mampu.

Kita mengenal istilah Islam prosedural (formal). Seorang muslim yang menjalankan aktifitas-aktifitas ibadah lahiriah seperti Shalat, zakat, puasa, haji bisa dikatakan telah menjalankan keberagamaannya secara formal sesuai prosedurnya.

Apakah setiap muslim yang telah menjalankan ibadah formal secara prosedural (fikih) dijamin mampu mewujudkan dalam kesehariannya sebagai orang jujur, amanah, adil, peduli (empati), rajin, banyak kerja ketimbang bicara, pengertian, bijaksana, sabar, ikhlas, tegas, berani berbuat baik dan berkata benar. Sikap-sikap positif inilah yang kita kenal sebagai akhlaq atau adab (peradaban). Dengan kata lain akhlaq bisa dikatakan juga sebagai modal sosial yang bersifat soft skill (kemampuan yang bersifat abstrak) yang akan tampak dari hasil mengelola kehidupannya. Nilai-nilai akhlaq yang mewarnai kehidupan seorang muslim dalam realitasnya bisa dikatakan sebagai nilai-nilai Islam substansial.

Sesuai dengan misi Rasulullah di dunia ini adalah menyempurnakan akhlaq. Rasulullah melalui nilai-nilai Islam berusaha mewujudkan sebuah peradaban yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah (ketauhidan). Peradaban Islam inilah yang bertujuan mewujudkan rahmatan lil a'lamin.

Secara demikian belum selesai seorang muslim melaksanakan ibadah hajinya (derajat kemabrurannya) jika dalam kehidupan sehari-harinya tidak memperdulikan nasib kaum mustad'afin (orang-orang lemah) yang ada di sekitarnya. Apalagi dengan merasa bangga pergi umrah berkali-kali dengan menghabiskan ratusan juta sementara di lingkungan sekitarnya masih banyak orang yang butuh pertolongan atau kekurangan dana bagi pembangunan fasilitas ibadah maupun madrasah. Artinya, dalam diri seorang muslim yang benar adalah melaksanakan kewajiban ibadah proseduralnya sekaligus mengamalkan ibadah substansialnya ataun amal shalehnya, baik kesalehan individual maupun kesalehan sosial.

 KDM seakan sedang mempertontonkan antara Islam formalitas (prosedural) vs Islam substansial. Kedua kekuatan yang seharusnya bukan untuk dipertentangkan justru harus dijalankan secara pararel dalam sebuah kesatuan. Tantangan bagi para ulama, politisi dan pendidik dalam 'membumikan' Islam. Dengan kata lain bagaimana melahirkan generasi-generasi Islam yang mampu mewujudkan secara optimal sekaligus, baik Islam prosedural maupun Islam substansial.

Pemikiran dan tindakan KDM terasa membumi; langsung menukik kepada kebutuhan masyarakat. Melalui sentuhan KDM, terlepas dengan sikap kontraversial dari perspektif budayanya, Islam Substansial seakan menemukan sosok pelaku yang mewujudkannya.

Sejatinya sosok seperti KDM banyak yang bergerak dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing. Kita banyak mengenal sosok guru atau ulama yang tawadu sehingga banyak melahirkan anak didiknya yang sukses.

Para tenaga kesehatan yang bertugas tidak mengenal waktu bahkan mengorbankan kepentingan keluarganya. Para pilot, nakhoda, masinis, supir bus 'berjibaku' bahkan tidak berkumpul bersama keluarganya demi membahagiakan para penumpangnya untuk berlebaran bersama keluarganya.

Tulisan ini tidak cukup untuk menggambarkan dan menginventarisir berbagai profesi dan peran para anak bangsa yang dengan gagah berani mengendalikan dirinya untuk kesejahteraan bangsanya. Hanya saja mereka bergerak dalam 'sunyi'. Istilah Ustadz Abdurrahman (mantan Ketum Persatuan Islam) 'nyumput dinu caang' (bersembunyi dalam  terang). Mereka bekerja di tengah-tengah masyarakat tanpa banyak diliput media apalagi menyengaja mencari perhatian publik. Keikhlasan terpancar dari sikap bertanggungjawabnya.

Kenapa figur KDM begitu meledak di media sosial sehingga menjadi perhatian publik sekaligus menjadi idola yang mampu merebut hati bangsa ini? 

KDM telah mampu memunculkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang didambakan publik. Publik yang lagi 'dahaga' mendapatkan sosok pemimpin dambaannya, KDM seakan 'air segar' yang menghilangkan rasa hausnya. Publik selama ini didominasi oleh sepak terjang para pemimpin yang 'defisit' keteladanan. Teladan kegesitan, teladan ketegasan, teladan kepedulian, teladan aksi nyata bukan hanya bicara.

KDM mampu mensiasati keunggulan media sosial dalam mensosialisasikan sepak terjangnya di lapangan. Pesan-pesan positifnya dikemas menjadi konten media sosialnya sehingga mampu menembus ke berbagai kalangan tanpa adanya hambatan.

Apakah motivnya yang selalu tampil di media sosial adalah bentuk pencitraan? Jawabannya adalah benar. Tetapi sebagai bentuk 'mencitrakan'; membentuk opini publik bahwa dia sedang memberikan 'uswah hasanah'; memberikan contoh sesuai dengan kenyataannya bukan sebuah kepura-puraan atau rekayasa.

Sebagai konsekuensi dari sepak terjangnya viral di media sosial, maka menjadi sebuah 'sunnatullah' jika tingkat popularitasnya melambung tinggi dan menyebar ke seluruh peloksok Nusantara. Jadi tidak aneh jika KDM berpotensi menjadi kandidat terkuat pada Pilpres 2029.

Terlepas dengan keuntungan-keuntungan politis yang direngkuh KDM dengan berbagai aksinya saat ini, pertanyaan lainnya adalah jika sosok KDM telah berhasil menarik publik dengan kelihaian soft skillnya (Islam Substansialnya), bagaimana kita melihatnya dari pendekatan Islam proseduralnya. Akibat dari praktek-praktek ibadah ritual (formal) KDM, khususnya semasa menjabat sebagai Bupati Purwakarta sempat bentrok dengan kalangan Islam. KDM seringkali mendapat kecaman dan gugatan dari kaum agamawan yang melihatnya sebagai penyimpangan dalam keberagamaannya.

Isu kekhawatiran terjadinya bentrok antara nilai-nilai Islam dengan tradisi, khususnya Sunda dalam kepemimpinan KDM sebagai Gubernur Jawa Barat tampaknya telah disadari, baik oleh para tokoh agama dan budaya Sunda. Komunikasi yang berjalan dengan baik antara para ulama, budayawan, DPRD dan Gubernur telah membuat suasana Jawa Barat kembali kondusif.

 Keberhasilan komunikasi politik yang dibangun KDM dengan para stakeholder politik inilah memudahkan bagi KDM berkreasi memobilisasi kapasitasnya sebagai Gubernur yang sedang giat-giatnya membenahi kehidupan warga dan pemerintahannya. Berbagi peran dengan saling mendukung dan bekerjasama antara rakyat dan pemimpinnya menjadi kunci keberhasilan dan menunjukkan tingginya peradaban masyarakatnya.

Tantangan lain bagi KDM adalah sikapnya yang selalu spontan memberikan solusi sesuai dengan kasus yang terjadi di lapangan, maka perlu tim khusus lapangan yang kemanapun pergi KDM selalu siap di tempat. Mereka sebagai tim yang bertugas mengawal dan memberikan masukan bahkan sekaligus mengingatkan jika ada peraturan atau perlu koordinasi dengan pihak lain sebelum gubernur mengambil keputusan.

Menariknya dari fenomena KDM ini muncul adanya sikap publik, khususnya umat Islam yang membandingkannya dengan gubernur yang sudah dikenal sebagai ulama dan hapal Al-Qur'an. Sayangnya, menurut penilaian mereka selama beberapa periode kepemimpinan gubernur ulama ini tidak banyak kebijakan yang secara langsung dirasakan masyarakatnya. Sebuah penilaian yang tidak objektif, tetapi pengaruhnya  di masyarakat, khususnya kalangan awam, telah menurunkan wibawa ulama gubernur ini. 

Tentu saja sebuah penilaian kinerja pemerintahan ada alat ukurnya. Tidak sesederhana membandingkan dengan berita-berita sekilas melalui media sosial. Penilaian secara objektif sangat mudah dengan berbagai data BPS yang memuat data kemajuan sebuah daerah. Seringkali masyarakat memberikan penilaian yang bersifat sekilas dan data terbatas. Hanya saja berita-berita media sosial yang bersifat langsung di tempat kejadian dan menyebar di saat yang sama apalagi kontennya yang sangat menyentuh kepentingan rakyat, sangat mudah mempengaruhi opini masyarakat.

Meskipun demikian fenomena KDM ini menjadi tantangan bagi para politisi yang akan maju menjadi kepala daerah. Di saat hampir setiap tangan penduduk memegang smartphone, setiap berita apalagi yang mampu mewakili kepentingan mereka, maka sosok di balik berita ini yang akan meraih simpati dan dukungan politiknya.

Penulis: Mantan calon anggota legislatif DPR-RI daerah pemilihan Jabar XI (Garut, Kab. dan Kota Tasikmalaya).  

© Copyright 2024 - Media Online Supergatra.com Suara Pembaharuan Garut Utara
Added Successfully

Type above and press Enter to search.